Ini tentang kisah salah satu putra La Ode Ntarawe. Salah seorang keturunan bangsawan dari Kesultanan Buton yang bermukim di Pulau Wangi-Wangi, tepatnya di sekitar wilayah Waelumu (saat ini).
La Ode Ahmadi bukanlah sosok fiksi. Keturunannya tersebar hampir di seluruh desa di Pulau Wangi-Wangi. Dari beliau lahir tiga putra dan tiga putri, yakni: La Ode Abdul Raenunu, La Ode Abdul Daohidi dan La Ode Abdul Wahid.
Sedangkan putri-putri beliau adalah Wa Ode Maria, Wa Ode Musaidi, dan Wa Ode Hatiwa, sebagaimana yang ditulis oleh H. La Asiha dalam Buku Silsilah Keturunan La Ode Ntarawe pada tahun 1991.
Masa hidup La Ode Ahmadi sebelum ditawan oleh Kompeni Belanda, diketahui dihabiskan di area bukit (Wungka) di wilayah Waelumu. Di tempat ini masih bisa ditemukan makam orang tuanya, La Ode Ntarawe.
Setelah menikah ia sempat bermukim di area Rafa (baca: Rawa) antara Desa Waelumu dan Desa Koroe Onowa, kemudian Liya Topengka, dan terakhir di 'guda' Waelumu (Watuko).
Kisah perseteruan La Ode Ahmadi dan Pihak Kompeni Belanda telah dilupakan dalam pengetahuan masyarakat Wangi-Wangi saat ini, pun juga yang bermukim di wilayah Waelumu. Dan kisah heroik-nya hampir tenggelam bersama meninggalnya tetua-tetua kampung di wilayah ini.
La Ode Ahmadi dikisahkan awalnya memberi kontribusi pada aktivitas Kompeni Belanda, khususnya untuk kegiatan kenavigasian.
Bahkan beliau bersedia menggunakan aset tanahnya untuk dibangun gudang logistik bagi kegiatan kenavigasian Kompeni Belanda yang berpusat di Mercua Suar yang dibangun di Wungka Desa Waha.
Konstruksi bangunan gudang tersebut dibangun dari batu bata, dan masih bisa ditemukan puing-puingnya di sekitar area Waelumu Watuko, yang disebut dengan guda (gudang). Lokasi tersebut telah digunakan sebagai area perkebunan oleh keturunan beliau.
Dalam tugas menjaga logistik Kompeni Belanda tersebut, La Ode Ahmadi dipersenjatai.
Namun, dalam perkembangannya, La Ode Ahmadi tidak nyaman bahkan menjadi benci terhadap tindak tanduk Kompeni Belanda di Wangi-Wangi.
Atas dasar itulah, ia melakukan perlawanan, bahkan dengan peralatan senjata yang dikuasainya, dan berhasil membunuh serdadu Belanda.
Setelah kejadian tersebut, Kompeni Belanda berhasil menangkap La Ode Ahmadi, dan ditawan serta diungsikan ke Bulukumba (dalam suatu versi), dan versi lainnya diungsikan ke Pulau Jawa.
Demikian cuplikan singkat tentang sikap anti imperialisme La Ode Ahmadi kepada Kompeni Belanda, walaupun seorang diri. Suatu sikap yang layak diteladani oleh generasi kiwari.
Ayo #CeritakanWakatobi !!!



0 comments:
Posting Komentar