Mau Konservasi Pesisir dan Pantai Wakatobi? Armin dan Tarsudin Teladan Kita

Mangrove Tarasudin
(Sumber: Tangkapan layar dari FB Tarsudin Sudin))

Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa Wakatobi --bahkan sebelum ditetapkan sebagai Kabupaten-- merupakan wilayah dengan karakteristik konservasi. Salah satunya adalah kedudukannya sebagai Taman Nasional.

Termasuk ketika menjadi Kabupaten, nampak bahwa secara opini Pemerintah Daerah terngiang ke semua kita, jika mereka memperjuangkan konservasi dalam membangun daerah.

Namun dalam kenyataannya, beberapa pihak mempertanyakan bentuk keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap konservasi pada sejumlah proyek-proyek infranstruktur di daerah pesisir dan pantai.

Kenyataan ini, apakah semata-mata semangat bersaing dalam pembangunan daerah agar nampak unggul dari daerah lainnya, ataukah soal problem keberpihakan daerah? Mungkin juga keduanya. Sehingga infrastruktur dengan ekspektasi berkesan magnetis telah memengaruhi karya-karya 'mekanik' berupa betonisasi, tidak hanya di pusat kota tetapi juga ke lokasi desa-desa yang masih alamiah.

Selain itu, pragmatisme warga yang berada di sekitar pantai dari ancaman ombak yang siap merusak rumah-rumah mereka, telah berkelindan dalam agenda betonisasi. Padahal akar masalahnya adalah pengambilan karang dan pasir serta hilangnya pepohonan pantai sehingga tidak ada lagi pengaman pantai mereka.

Inilah yang disadari oleh Armin Sahari dan Tarasudin. Kalau Armin berhasil membuat pengaman pantai di Onemay dengan menginisiasi penananam mangrove pada tahun 2008-2009, sementara Tarasudin melakukan hal yang sama pada tahun 2010-2011 di Kelurahan Waetuno.

Keduanya adalah alumni Pelatihan Community Facilitator (CF) yang merupakan kolaborasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan JICA CDP pada tahun 2007 - 2012.

Armin Sahari mengikuti Pelatihan sebanyak 5 seri. Sedangkan Tarsudin hanya ikut pada kegiatan On the Job Training (OJT) sebanyak 3 seri. Selain itu, Armin merupakan alumni pelatihan Community Organizer (CO) yang dilaksanakan oleh Program Kerjasama TNC-WWF.

Setelah itu keduanya aktif pada masing-masing kelompok komunitasnya. Armin Sahari aktif di Komunto (Komunitas Nelayan Tomia). Sedangkan Tarsudin di Organisasi Meaka, kelompok alumni pelatihan CF yang berdomisili di Pulau Wangi-Wangi.

Mereka menginisiasi 'proyek' konservasi pantai dan pesisir di lingkungannya secara mandiri, mereka memulainya dari apa yang mereka tahu dan dari sumberdaya yang tersedia di lingkungannya.    

Saat ini, proyek mandiri mereka telah menciptakan ekosistem mangrove yang dinamis. Ikan dan kepiting telah mulai berasosiasi (baca: bersahabat) dengan mangrove yang telah mereka tanam.

Keduanya bukanlah sarjana. Mereka memahami bahwa mangrove yang mereka tanam akan memiliki multifungsi: membantu mengamankan lingkungan pantai -tentu juga rumahnya-, menghasilkan oksigen, menjadi tempat ikan dan kepiting mendapatkan makanan, dlsb.

Mereka mengerjakan 'proyek yang bersifat organik', berbiaya murah. Hanya membutuhkan perubahan dari kesadaran menjadi aksi. Karena bagi mereka kesadaran tanpa aksi hasilnya adalah nihil.    

Adalah penting untuk menyampaikan pesan bisu mereka ke semua kita. Karena upaya kecil mereka bisa menjadi teladan bagi siapapun, mungkin termasuk kepada mereka yang mengambil kebijakan dan merencanakan pembangunan daerah.