Kabupaten Wakatobi dibangun dengan keberagaman suku dan etnis yang hidup harmonis
dan saling menghormati.
Beberapa etnis yang sekarang tinggal di wilayah kepulauan Wakatobi antara lain: Bugis, Buton, Jawa, Bajo.
Mayoritas penduduk kawasan Kepulauan
Wakatobi dihuni oleh etnis Wakatobi yang mencapai 91,33% dari seluruh penduduk,
disusul etnis Bajo (7,92%) dan etnis lainnya (0,75%).
Sebagai suku asli Kepulauan Wakatobi, etnis Wakatobi merupakan salah satu dari enam
rumpun etnik Buton yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda.
Keenam bahasa yang
berbeda tersebut adalah bahasa Moronene, bahasa Muna, bahasa Wolio, Bahasa Ciacia,
bahasa Kalisusu, dan bahasa Kaumbeda.
Etnis Buton yang hidup di Wakatobi
menggunakan rumpun bahasa Kaumbeda dalam pergaulan sehari-hari.
Etnis Buton Wakatobi terbagi lagi menjadi sepuluh masyarakat adat yang tersebar di
empat pulau utama (Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko).
Kesembilan
masyarakat adat tersebut adalah: masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota
(menghuni Pulau Wangi-wangi dan Kapota); masyarakat adat Barata Kahedupa yang terdiri
dari Sembilan Limbo (Limbo Langge, Tampara, Tombuluruha, Tapa’a, Kiwolu (Limbo yang
berada di wilayah timur atau yang dikenal dengan Umbosa), Ollo, Watole, Lewuto, dan
Laolua ( Limbo yang terdapat dibagian barat yang dikenal dengan Siofa) menghuni Pulau
Kaledupa); masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu (menghuni Pulau Tomia); dan
masyarakat adat Mbeda-beda dan masyarakat adat Cia-cia yang menghuni Pulau
Binongko.
Selain masyarakat adat asli juga terdapat masyarakat adat pendatang, yaitu
masyarakat adat Bajo. Keberadaan beragam etnis dan masyarakat adat tersebut
menambah keragaman budaya kawasan Wakatobi, karena masing-masing masyarakat
adat mempunyai tradisi, adat-istiadat, dan bahasa yang berbeda-beda.
Jumat, 08 Oktober 2021
Oktober 08, 2021
Kabar MEAKA
Adat, Sosial, Wakatobi
No comments


0 comments:
Posting Komentar